Pages

Jumat, 24 Desember 2010

Krisis Rasa Malu Kaum Remaja

Oleh: Nuzulul Khair*

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Hal ini dipastikan terjadi karena masa remaja merupakan fase transisi (peralihan) dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada fase ini lingkungan menuntut remaja berperilaku layaknya orang dewasa, di sisi lain remaja masih terkungkung oleh pikiran kekanak-kanakan yang penuh dengan fantasi.
Seksualitas bisa dikatakan topik yang paling sering menghantui benak remaja. Rasa ingin tahu terhadap seksualitas berkaitan dengan pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Patut dikhawatirkan apabila pada masa ini remaja tidak mendapatkan informasi serta arahan yang tepat. Dalam masa transisi ini remaja butuh pegangan (pedoman).

Selasa, 19 Oktober 2010

Teroris, Problem Penyesuaian?

Oleh: Nuzulul Khair

Saya memulai tulisan sederhana ini dengan sedikit bercerita. Saat sedang liburan kuliah bertepatan dengan bulan suci ramadhan, tanpa sengaja saya mendengar berita dari tetangga. Berita itu tidak lagi prestisius padahal menimpa orang yang begitu prestisius. Saat Ibrohim yang diduga Nurdin M. Top digrebek di Temanggung, media seakan berlomba-lomba menayangkannya. Para pejabat, dosen, mahasiswa, penjual angkringan tidak melewatkan sekejap mata pun untuk mengikuti detik-detik penyergapan. Mengapa fenomena ini tidak terjadi saat NMT asli terbunuh di Solo? Beritanya pun biasa-biasa saja.

Kegelisahan di atas memicu saya untuk berpikir ulang tentang pada level apa sebenarnya teroris yang selama ini kita persepsikan. Banyak asumsi yang berkembang, cendekiawan dan kaum intelektual sebagian dari mereka mengatakan tindakan kejam itu muncul sebab sempitnya paham keagamaan para bomer. Kaum politikus menilai hal ini tidak terlepas dari politik luar negeri. Hal ini cukup beralasan, itu sebabnya mengapa bom itu meledak di Jakarta bukannya di Papua sana? Sebab Jakarta adalah ruh Indonesia yang beritanya akan cepat tersebar ke ranah dinamika politik internasional.

Orang Gila

‘Orang gila’, sebutan ini tentunya sudah tidak asing di telinga. Di masyarakat kita, banyak sekali ditemukan istilah yang mewakili kondisi orang tersebut, yang kalau di dunia psikologi dikenal dengan skizofrenia (yang di jurusan psikologi mesti paham). Skizofrenia secara sederhana bisa dipahami sebagai orang yang sakit akut secara psikologis.

Kenapa disebut sakit?

Biasanya, term sakit diperuntukkan bagi sesuatu yang sedang tidak berfungsi seperti biasanya, entah itu karena ada something error dan semacamnya. Orang yang mengalami skizofrenia fungsi kesadarannya tidak berfungsi seperti orang kebanyakan. Orang tersebut sadar, tetapi kesadaran itu hanya berkutat pada frame pikirannya sendiri.

Sabtu, 09 Oktober 2010

MEMBAJAK JIWA UNTUK MEMAHAMI KONFLIK ANTAR GOLONGAN

Oleh: Nuzulul Khair

Pengantar 

Di temani Caffucino Coffee, saya sebenarnya belum punya motivasi untuk menulis tentang tema di atas. Bagi saya, saat ini masih terlalu dini untuk terlalu berterus terang menelanjangi konflik dari perspektif Psikologi. Apa pasal? Sebab selama ini psikologi belum punya bangunan teoretis yang pas untuk mengkaji konflik layaknya teori konfliknya Sosiologi. Kecuali, bahasan yang berkaitan dengan konflik intrapsikis, psikologi sudah lama bahkan sampai jungkir balik mengkaji dari waktu ke waktu. Akan tetapi, setelah melihat judul salah satu berita di koran Tempo beberapa waktu yang lalu, “Afrika Berdarah” dan dijudul lain “Timika bergolak”, saya merasa tidak punya alasan untuk melakukan defense, mau tidak mau saya harus menuliskannya, demi menimbang kembali problem separatisme dan masa depan kemanusiaan.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Awas, Ada Kecemburuan di Brain Gym?!!!

Puluhan anak kecil itu terlihat asyik dengan potongan lidi di mulut mereka. Tangan mereka lincah menuding teman anggota permainan yang lain. Ya, kala itu mereka sedang mengikuti salah satu aktifitas Brain Gym yang saya pandu. Ada yang meriung di belakang mereka, yaitu adik-adik yang masih kecil. Tak ketinggalan pula, para ibu-ibu juga terlibat walaupun hanya sekedar menjadi penonton.

Senin, 27 September 2010

From "Darus Sundus" With Love

(Muqaddimah)
Saya mengawali cerita tentang Bakti Sosial ini dengan mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat-Nya, sehingga saya dan teman-teman yang tergabung dalam kelompok diskusi “Kandang Jiwa” bisa melaksanakan kegiatan ini dengan lancar. Tak lupa pula saya mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman mahasiswa jurusan Psikologi ’07 UIN Sunan Kalijaga dan segenap suksesor yang sudah menyumbangkan ide dan memberi motivasi.

Selasa, 21 September 2010

Syahadat Pengharapan

Cahaya di pelupuk Anganmu ...
Tak ingin kudapati redup ...
Meski harus kau Tumpahi dengan Linangan ...

Pojok Kamar, 2010

Kamis, 13 Mei 2010

Taubat Rindu, pada Tuhan dan Ibu di Tampuk Senja

aku tak melatam tabiat ini selagi keruh belum merengek lepuh
pada santan dosa-dosa
kupandangi kuning senja kian tengah cemburu
pada semua mata liur kelakuanku itu yang sudah meraung
hari-hari
dan menyuramkan matahari

sebelum baranya tak lagi sempat terbenam di ufuk barat
dan memintal timur merupa istana
kucoba menyampak mimpi dan puja-puji
tentang keagungan ilahi

kalaupun tanpa senja
dengan dingklik sesal tiada buritan hadang
bakteri hati kusikat dengan karang yang landai
dan tiada ratapan bisa kuseduh
tuk kuartikan pertaubatan atas pengingkaran
dari bibir ingatan
terabadi tanpa ganti

kalaupun tanpa senja
dengan tumpuk rindu yang bergelintar
Tuhan tetap kubawa lari ke sini, ke sisi
ke jalan yang sudah lama kutebang
gersang
di pematang
hura-hura

dengan dipacu engah waktu
kubadaikan mutiara di dada ibu bak jembatan
ia telah membawaku pada dunia
ku pun mengerti harta, kuasa, dan uang atas fana
ia mencabik mulutku dengan doa
hingga kuredam bulan dalam gugup tangisan
: jadi arti dalam harva cinta
: jadi arti dalam gelombang rindu

O, aku tak cukup memanggil seribu kali
tuk menguras aquarium cinta yang ia hidangkan
pada ngeri suatu tanda
setelah bayang itu mengelupas di awal senja
kukencangkan rinduku padamu,
Tuhan, ibu …


Yogyakarta, 15 Maret 2009

Kriminalitas yang Tak Lagi Tabu (Penjelajahan Gagasan dan “Nafs” Lingkungan)

“Tahun ini lagi kita ditebas kesengsaraan, Negeri rubuh, Kasau-jeriau
dan pagu dapur berantarakan, Sesabar-sabar makhluk makan angan-angan
Jam berdetak, Angin lewat di atas tungku penjerangan,
Di halaman depan menanti
keranda ke kuburan”
(Penggalan puisi Miskin Desa, Miskin Kota, karya Taufiq Ismail)

Muqaddimah

Fenomena kriminalitas kian hari kian merebak di berbagai daerah. Kriminalitas ini pula yang memunculkan kesengsaraan dan rasa gelisah di kalangan masyarakat. Seperti petikan puisi Taufiq Ismail di atas, memang, tahun ini kita sedang ditebas kesengsaran. Faktanya, ketika kita menyempatkan diri untuk menonton televisi, seperti tidak ada jeda untuk terus menayangkan berita kekerasan dan tindak kriminalitas. Andai saja Ben Anderson melihat fenomena ini, mungkin ia akan berkata: imagined criminality, selain imagined community.

Rabu, 12 Mei 2010

The Deprivation Society: Dari “Tumpulnya Supremasi Hukum” Hingga “Kecemburuan Sosial” (Tinjauan Kritis terhadap Fenomena Makelar Kasus atau "Markus")

Oleh: Nuzulul Khair*



Pengantar
الامور بمقاصدها
(Segala perkara tergantung maksudnya)

Munculnya suatu perkara atau kasus tidak pernah lahir dari ruang yang kosong. Ia muncul ke permukaan sebagai kenyataan sosial hasil benturan wajar dengan kenyataan sosial lain yang saling mempengaruhi. Oleh sebabnya, persinggungan apa yang terjadi dengan apa yang melingkupinya merupakan suatu keniscayaan yang perlu dikaji. Namun dalam melihat permasalahan sosial, tidak cukup hanya dilihat dari sudut pandang perkara tetapi juga dari konteks para oknumnya. Penggalan singkat kaidah ushul fiqih di atas, paling tidak sedikit mengamini bahwa di dalam membaca segala tindakan seseorang mesti diletakkan pada segala konteksnya.

Anak Kandang

Bacalah, dengan cinta dan ketulusan
seperti aku dan empat kawanku mengeja waktu
membiarkan lipatan kertas luntur
bersama rintik hujan;
di wajah purnama

Semula, tak ada apa pun di ruang yang remang
aku mengundang kepulan kata-kata dari mulut mereka
dan rerumputan menafsirkannya rindu
pada kehausan akan ilmu dan rasa riang


Kami membangun kembali harapan yang tidur pulas
sejak saat itu
benih-benih kebosanan hanya tinggal saja
di sajak-sajak yang mengelupas

Bacalah, dengan cinta dan ketulusan
seperti aku dan empat kawanku merangkai kata
hingga detik terakhir bisa mengeja


Yogyakarta, 15 Maret-09