Pages

Selasa, 26 April 2011

Perempuan Pemahat Gerimis

Perempuan pemahat gerimis lebih bisa memahami
bau nafas air. Ia seperti pasar malam, yang tahu,
kapan harus bergegas saat langit mulai kelabu

Sepanjang jalan berkubang ia taburi kasturi
biar aroma lidah lelaki yang tumpah di tanah
menuju udara saat gerimis membasahi kota

Pelan-pelan ia melukis kisah di tanah basah
perihal cinta, benci, dan setumpuk kebohongan
pun kerinduan yang disayatnya nyaris terpenggal

Kini gerimis membatu, membisu, berbiak angkuh
dan menawarkan kecemburun di setiap malam
pada perempuan yang memangkas kenangan

*alun-alun kidul, 08-04-2011

NII dan Fenomena Cuci Otak

Oleh: Nuzulul Khair

Beberapa minggu belakangan ini, perhatian media televisi tanah air disibukkan dengan berbagai macam masalah yang tidak kunjung ditemukan titik pangkalnya. Salah satu yang menarik adalah kasus pencucian otak yang ditengarai menjadi strategi organisasi Negara Islam Indonesia (NII) untuk melakukan proses indoktrinasi terhadap hasil rekrutan barunya. Terlepas dinilai efektif atau tidak, setidaknya hal ini menunjukkan fakta bahwa otak masyarakat Indonesia, meski tidak semua, tengah rentan terbuai dengan hal-hal yang “berbau” manipulasi.

Pengenalan persoalan itu bisa dimulai dengan identifikasi beberapa permasalahan hidup masyarakat Indonesia. Salah satu yang perlu dicatat adalah bahwa dari segi nilai kearifan lokal, bangsa Indonesia memiliki penghayatan historis yang panjang tentang rasa kejujuran dan spirit toleransi. Tetapi, permasalahan korupsi dan kasus kekerasan tidak kunjung berkesudahan. Sepertinya, sirkuit “otak kultural” kita sedang mengalami pergeseran dari jalur yang semestinya. Hal ini kemudian berekses pada bangsa yang krisis identitas dan terkesan rapuh.