tertidur aku melihatmu terpingkalpingkal dengan doktor
berdasi di balkon
berpongahpongah di gedung megah, menepis aliranaliran kritik
yang kupancang
bertubitubi
tertidur aku melihatmu menyetubuhi kenakalanku dengan
petaka tak bertepi
adalah setumpuk gairah, menyala di sana, gemetar seperti
menyeka musim gugur
di titik nadir kealpaan manusia
dari bebangku kosong: anakanak ladang menyulam
harapan. di sungaisungai, di aliran deras itu,
mereka sibuk berburu ikan hingga menjarah waktu
demi mengais hurufhuruf
demi meretas katakata
tertidur aku mengikuti tingkah lakumu menenteng
kertaskertas pemboros
ucapanmu bernanah menodai kupingku di sebuah taman yang
teramat pengap
sungguh aku tergerus, mimpimimpiku berlarian kemanamana,
membentur karang
tercabikcabik
tertidur aku mengikuti rumusrumus palsumu menyilang
seperti lalulintas
sepanjang beriak kata yang kutawarkan kau tilang dengan
seribu dogma
di setiap desir kepala menista
ke timur, menuju tepi. saat harapan tinggal seujung
galah. orang tuatua memeras keringatnya,
telah dikulitinya tenaga dan doa berlembarlembar
demi mencapai
takdir
dengan
darahnya sendiri
tertidur aku pada perjamuan makanmu mengelabuhi gerimis
hingga tersungkur
beberapa kali kau menyuruhku menatap gemintang, seakan
bintangmu itu yang
berbinarbinar
tertidur aku pada ketertutupanmu tentang ketidaktahuan bersama
jeratan waktu
di jembatan usiaku yang kian menjalar, kupegang tanganmu
erat, menyerabut
di altaraltar kemesraaan
ke barat, menuju muara. setelah mimpi membentang
tengadah. tapi semua masih terasa hambar,
telah kugali cinta, sedang engkau terus mengeja
demi
menggapai ujung
demi mengenang semenanjung
Yogyakarta-Kandang, 2012 (By: NK)