Pages

Senin, 27 September 2010

From "Darus Sundus" With Love

(Muqaddimah)
Saya mengawali cerita tentang Bakti Sosial ini dengan mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat-Nya, sehingga saya dan teman-teman yang tergabung dalam kelompok diskusi “Kandang Jiwa” bisa melaksanakan kegiatan ini dengan lancar. Tak lupa pula saya mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman mahasiswa jurusan Psikologi ’07 UIN Sunan Kalijaga dan segenap suksesor yang sudah menyumbangkan ide dan memberi motivasi.


Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk terobosan, yang saya bilang cukup “kreatif” mengingat saat ini saya melihat (secara subjektif) gelagat mahasiswa yang sudah tidak begitu mengindahkan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Padahal, kita tahu bahwa predikat agent of social change yang disandangkan kepada mahasiswa, tidak etis jika hanya sekedar melekat secara simbolik tanpa tindakan yang kongkrit. Mahasiswa banyak disibukkan oleh hal-hal yang serba idealis, topik yang dibicarakan bahkan berskala nasional. Ini bukan hal keliru, bahkan menarik sebagai pembuka kran perspektif yang lebih luas. Namun, gagasan tersebut bisa menjadi ‘dosa sosial’ jika hanya berhenti pada taraf retorika.

Berdasarkan fakta di atas, maka muncul ide dari teman-teman diskusi saya untuk berusaha keluar dari ‘pakem’ rutinitas mahasiswa yang kian monoton. Ide ini juga terdorong oleh rutinitas kampus yang terlalu linier dan kaku, termasuk di lingkungan fakultas tempat saya berpijak. Saya kebetulan berada di fakultas bahkan jurusan yang bernafaskan sosial, tetapi sampai detik ini saya menulis fakultas tersebut masih disibukkan oleh hal-hal yang berbau akademis.

Bentuk kegiatan yang kami selenggarakan berupa bakti sosial, yakni pengumpulan bahan buku bacaan dan baju-baju bekas yang nantinya disumbangkan ke Panti Asuhan Darus Sundus Borobudur. Alhamdulillah, kegiatan ini mendapat respon yang hangat dan positif dari pihak panti, baik oleh pengurus maupun anak-anak Panti. Saya dan teman-teman tidak hanya mendapatkan keceriaan dan pengetahuan baru tentang pendidikan, tetapi juga mendapat kepuasan batin yang oleh Psikologi Positif dikenal dengan gratifikasi.

(Goes to Panti)
Jam 13.00 (20/03/10)
Sebelum berangkat, teman-teman yang tergabung dalam panitia super mini bersiap siaga membincangkan hal-hal yang sekiranya perlu dipersiapkan. Perbincangan ini pun sederhana, dengan tawa dan selonjoran kaki-kaki yang khas. Ritual ini pun akhirnya menyepakati hendak berangkat jam 5 pagi menuju ke lokasi Panti Darus Sundus. Mengapa jam 5 pagi? Di samping mempertimbangkan kondisi jalan yang masih lengang, juga mempertimbangkan para awak motor yang tak memiliki SIM …, berusaha menghindar dari kata-kata pak Polisi “Mau diselesaikan di sini apa di pengadilan”, seperti yang baru menimpa salah satu teman kita yang berjalan-jalan ke pantai Depok.

Jam 07.30 (20/03/10)
Waktu pun terus berlalu dan tiba-tiba keberuntungan itu pun datang, yaitu kita telat bangun dan matahari sudah gagah menatap kami di ufuk timur. Keberuntungan itu mewujud kedatangan bung Rio yang menawarkan jasa agar kita ke panti naik mobil berhubung bawaannya lumayan banyak. Kebutulan bung Rio sedang menghandle salah satu mobil canggih walaupun non-AC. Ada jeda waktu, akhirnya saya dan kawan-kawan yang lain, Kak Sai, Ang Wildan, Bung Wahid, Bung farid dan Bung Maman (Bung Taqiyudin S.Psi gak bisa ikutan ada ritual lain), mempercantik sebagian kerdus-kerdus yang berisi pakaian layak pakai dan buku-buku. Bung Suyadi sempat menemani kita, namun tiba-tiba lenyap ditelan oleh mentari pagi.

Jam 09.00 (20/03/10)
Sedang menghubungi teman kelas yang lain, siapa tahu ada yang hendak ikut, tapi ternyata banyak yang berhalangan … dan sebagian lagi ada yang pulang…

Jam 10.00 (20/03/10)
Kita pun berangkat dan melaju dengan leluasa, sebab mobilnya lengang. Di perempatan Jl. Kejayan, saya masih menyempatkan diri untuk membeli koran Tempo agar tidak ketinggalan informasi (Sok update info, hehe). Sesampainya di Jl. Magelang mampir ke rumah saudari Ifa yang berkenan ikut berpartisipasi. Mobil pun terus melaju semakin kencang disertai dengan canda kawan-kawan yang semakin merajalela. Sepanjang perjalanan ada-ada saja yang diperbincangkan oleh teman-teman. Saya tidak mungkin tuliskan di sini agar tidak terlalu bertele-tele.

Jam 11.30 (20/03/10)
Mobil transit dulu di samping parkiran Taman Wisata Borobudur. Saya dan teman-teman sedang menunggu dijemput bung Wildan yang tahu rute ke arah panti yang kebetulan sudah berangkat lebih awal. Sambil lalu menunggu, kita memanfaatkan jasa kamera bung Dian, meski orangnya tidak ikut, saya dan teman-teman melakukan semacam foto-foto dengan gaya-gaya eksentrik. Beberapa menit kemudian bung Wildan dan kawannya datang. Berhubung di panti masih jam aktif, kita pun menyempatkan waktu untuk mampir ke warung makan, mengisi perut yang mulai keroncongon, bukan dangdutan. Makan pun dengan foto-foto. Heemm ...

Jam 12.00 (20/03/10)
Kita kembali melanjutkan perjalanan yang sudah menyisakan sedikit kilometer menuju panti.

Jam 12.15 (20/03/10)
Sampai di panti. Mobil langsung diparkir, dan kita disambut dengan raut wajah riang oleh salah satu pengurus panti. Teman-teman relax sejenak di teras panti, ngobrol santai dengan adik-adik di sana yang wajahnya masih polos. Selain itu, kita juga sempat melihat koleksi bahan buku bacaan. Kita sempat kaget sebab bahan buku bacaan yang tersedia di sana berlevel mahasiswa, seperti Benturan Peradaban milik Samuel huntington, serta ada juga kamus Psikologi milik Chaplin.

Ruangan panti tersebut terdiri dari fasilitas yang lumayan lengkap, ada beberapa kamar tidur yang rapi, dapur, kamar mandi, tempat nyuci, kolam kecil, serta ada pula ruang perawatan. Setelah puas melihat-lihat, sejurus kemudian ibu pengasuh panti beserta bapak datang dan mempersilahkan teman-teman ke ruang belajar yang juga dijadikan ruang pertemuan. Kita pun langsung share dengan mereka tentang program-program yang ada di sana.

Inilah beberapa petikan program dan dasar-dasar konseptual pendidikan yang diutarakan oleh pak Habib sebagai direktur panti Darus-Sundus:

a.(Kilas tentang panti, sepintas lalu)
Panti Darus-Sundus ini pada mulanya hanya menampung anak-anak yang sudah tidak memiliki sanak kerabat, atau kedua orang tua. Pak Habib sebagai direktur panti, mencari sendiri anak-anak tersebut. Lambat laun, panti ini berkembang dan dikenal memiliki metode yang baik dan efektif oleh masyarakat dalam hal pengasuhan anak. Pengasuhan di sini dimaksudkan tidak hanya mencecoki anak dengan mata pelajaran dan lain sebagainya, melainkan juga mendidik mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang matang, baik secara emosi, maupun sosial. Akhirnya, banyak anggota keluarga yang menitipkan anak mereka ke panti terutama saat kondisi keluarga mereka sedang labil dan sedang berkonflik, semisal bercerai, dll. Asumsinya, agar mental anak-anak tidak terbebani oleh masalah-masalah yang bisa mengganggu kehidupan mereka. Panti ini terdapat empat kompleks, putra dan putri. Lokasinya, beberapa meter di samping candi Borobudur, Magelang

b.(Dasar-dasar konseptual pendidikan)
Pendidikan yang diterapkan di panti asuhan Darus Sundus adalah mengarahkan anak-anak untuk menjadi mandiri, berkarakter, dan berwawasan luas. Di level kemandirian, anak diajarkan untuk tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain. Hal ini melalui sekian proses yang perlu dilewati dengan baik. Seperti yang dipaparkan oleh pak Habib, sesuai dengan yang pernah disabdakan Nabi tentang pendidikan anak, yaitu usia anak antara 1 sampai 7 tahun adalah tuan bagi kita. Jadi, pada usia ini anak yang punya hak untuk mengatur kita, dan kita adalah abdi. Selanjutnya, 7 sampai 14 tahun adalah tahap hamba, merekalah yang menjadi abdi kita, selanjutnya 14 sampai 21 ke atas tahap menteri. Pada tahapan ini seseorang sudah dituntut untuk mandiri serta bertanggung jawab terhadap kehidupannya.

Prinsip yang dibangun oleh pak Habib adalah membangun nilai egaliter pada anak-anak, memperlakukan mereka secara adil. Hal lain yang berusaha dibangun oleh beliau adalah menjadikan anak berkepribadian yang integral. Integral maksudnya, seperti ketika ada anak panti yang secara umur dan intelektualitas sudah dianggap mapan, namun oleh pak Habib tidak menjamin akan langsung dikuliahkan, selama anak itu masih seringkali dihinggapi oleh “ego”. Menurut beliau berarti kepribadiannya belum terintegrasi.

c.(Program-Progam)
Sebelum membincang program, pak Habib terlebih dahulu memaparkan cara beliau dalam mengidentifikasi karakter anak. Menurut beliau ini merupakan modalitas awal untuk mendidik. Praksisnya, ketika ada anak yang baru menjadi keluarga kecil di panti, bagi yang masih SD atau SMP, maka diberikan keleluasaan untuk tidak mematuhi peraturan panti selama 3 bulan. Bagi yang SMA diberi keleluasaan antara 1 hingga 2 bulan. Masa toleransi ini diberlakukan untuk mengetahui karakter masing-masing, apakah mereka tergolong yang adaptif atau tidak, selain itu juga agar tidak membebani mereka. Yang menarik dalam mendidik anak-anak asuhnya, aspek yang dihindari oleh pak Habib adalah berusaha untuk tidak marah. Walaupun sudah nyata terkadang ada sikap mereka yang menjengkelkan. Menurut beliau, memarahi mereka sama saja dengan membunuh mental mereka. “Tegas boleh, tapi marah saya usahakan tidak, walaupun saya sadari ini sulit”, papar beliau.

Terkait dengan program-program di panti, anak-anak diberi mandat untuk mendesain program secara mandiri. Pak Habib memberi keleluasaan kepada anak-anak asuhnya untuk membuat program-program yang bersifat inovatif. Tujuannya agar tidak terdoktrin oleh hal-hal yang bersifat ketergantungan pada orang lain. “Selama masih mampu dikelola oleh anak, mengapa tidak?” imbuh pak Habib waktu itu. Cuma, memang ada program yang sangat ditekankan, yaitu shalat berjamaah, shalat malam dan setoran hafalan Al-Quran.

Ada juga program pengembangan diri, salah satunya yakni secara rutin melakukan muhasabah. Program ini sederhana, yakni semua anak kumpul di suatu ruangan sehabis melaksanakan shalat jama’ah maghrib. Setelah itu masing-masing dari mereka duduk secara melingkar dan mulai melakukan kritik satu sama lain, sebagai upaya saling introspeksi. Menurut beliau, program muhasabah ini dianggap penting agar anak-anak bisa terbiasa dengan kritikan, dan menghindari ghibah, atau membicarakan orang lain di balik layar.

Diskusi ini ditutup dengan pemberian sejumlah buku dari pihak kami, kepada panti asuhan Darus Sundus, berupa baju layak pakai dan buku-buku.


Jam 15.30 (20/03/10)
Teman-teman berkunjung dan melihat-lihat asrama putra. Setelah itu (ba’da shalat ashar), teman-teman langsung refreshing menuju Borobudur, foto-foto dengan gajah dan pasukannya.

Jam 17.30 (20/03/10)
Comeback to Jogja. Di tengah-tengah perjalanan ternyata ada acara dadakan, mobil tiba-tiba langsung menuju ke resepsi kerabat jeng Phia. Foto-foto lagi dan makan-makan sebelum bermuara ke kos masing-masing.

Wasssalam …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar