Pages

Minggu, 08 Desember 2013

Berpacu dalam Mengacaukan Pikiran

Senin pagi, 11/11/13, saya baru saja turun dari bus di daerah jembatan Janti, Yogya. Sembari menunggu jemputan motor dari salah seorang teman, saya berleha-leha sejenak di tempat duduk sebelah Indomaret Janti. Dengan kondisi masih ngantuk, saya menatap ke arah jalan dengan tatapan kosong. Sejurus kemudian, datang seorang perempuan yang saya taksir berusia 35 tahun dengan berpakaian mirip pakaian teller bank. Dengan senyum ramah perempuan itu duduk pas di samping saya. Ia meletakkan tasnya di pangkuan.

Saya perhatikan orang di samping saya penampilannya begitu rapi. Wajahnya juga bersih, berbinar, tak nampak bahwa perempuan ini (dalam benak saya) baru saja datang dari perjalanan jauh. Berbeda dengan orang-orang lain di hadapan saya yang berlalu lalang, wajah mereka terlihat lebih kucel dari biasanya, wajah yang biasanya familiar bagi orang yang keletihan. Tak luput dari pengamatan saya, perempuan di sebelah saya kaki kanannya diikat dengan kain putih dan ada noda merah seperti darah. Namun, penampilannya yang bersih dan ada balutan luka di kaki bagi saya terlihat kontras.

Selasa, 05 November 2013

Berkenalan dengan Masa Lalu





“Masa lalu biarlah masa lalu”, begitu kira-kira lirik dari sebuah lagu. Lagu ini cukup populer di telinga masyarakat tanah air. Dalam dunia psikologi khususnya bidang terapi istilah “masa lalu” juga merupakan istilah yang tidak asing baik bagi kalangan ilmuan psikologi, terapis bahkan bagi seorang klien. Terdapat ungkapan terjebak pada masa lalu, tidak bisa terlepas dari masa lalu, masa lalu yang suram dan sebagainya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan masa lalu dalam konteks terapi? Apakah perlu untuk mengakses masa lalu kita?

Masa lalu dalam konteks terapi, berbeda dengan masa lalu seperti yang dimaksud dari penggalan lirik lagu di atas. Masa lalu bukanlah semata-mata peristiwa yang telah lalu tetapi lebih pada peristiwa unik yang membekas pada usia anak-anak. Kenapa usia anak-anak? Pada usia anak-anak critical factor belum terbangun. Setiap hal yang ditangkap, kejadian positif ataupun negatif masuk tanpa filter karena belum berkembangnya faktor kritis. Ibaratnya seperti kaleng diisi hal bermacam-macam tanpa saringan.

Saat usia dewasa, bisa saja terdapat problem psikis yang berkelindan dengan kejadian yang terjadi di masa lalu. Namun yang perlu dipahami, kejadian yang terjadi di masa lalu belum menjadi masalah saat kejadian itu pertama muncul. Hal ini lebih pada efek bola salju dari sebuah kejadian tertentu di masa lalu yang diikuti oleh kejadian-kejadian yang mirip. Pada awalnya bola salju itu kecil setelah lama menggelinding dari atas ke bawah akan menjadi bola salju yang besar. Apabila bergesekan dengan sebuah momen psikologis tertentu tidak menutup kemungkinan akan menjadi masalah yang serius.


Senin, 06 Mei 2013

Kecanduan Internet

Oleh: Nuzulul Khair


Dewasa ini, internet menjadi media komunikasi yang penting bagi kehidupan setiap orang. Dengan internet, seseorang bisa mengakses informasi lebih cepat dan mudah. Internet juga membantu individu untuk berinteraksi dengan seseorang yang posisinya berjauhan satu-sama lain. Akan tetapi, hal ini menjadi masalah apabila seseorang sudah sangat tergantung pada internet. Sehingga saat ini muncul istilah internet addiction yang dipopulerkan oleh Kimberly Young pada tahun 1996. 
  
Goldberg (1997) mendefinisikan kecanduan internet sebagai kebiasaan penggunaan internet yang menyimpang, yang memunculkan distress atau stress yang dihasilkan dari proses adaptasi buruk yang dilakukan oleh seseorang. Hal ini bisa termanifestasikan dalam beberapa kriteria internet addiction disorder dengan intensitas waktu kapan pun dalam 12 bulan bulan yang sama.

Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami yang dimaksud dengan orang yang kecanduan internet adalah seseorang yang perilaku kesehariannya sangat tergantung pada internet. Dalam artian, seseorang tersebut akan merasa cemas dan stres apabila dalam aktivitas kesehariannya tidak mengakses internet. Aktivitas sehari-hari pun menjadi tidak berjalan secara maksimal.

Selasa, 23 April 2013

HIMAPSI UGM Gelar Bedah Buku “Psikologi Perkembangan Sosial dan Perkembangan Emosi”



Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI) Magister Sains Psikologi UGM menyelenggarakan acara Bedah Buku “Rentang Sepanjang Hayat: Psikologi Perkembangan Sosial dan Perkembangan Emosi”, Selasa (26/13) bertempat di Kantin Psikologi UGM dari jam 15.30-17.30. Hadir sebagai pembicara yaitu Rian Sugiarto, Annisa Fitriasri dan Rizal Abdillah. Ketiganya adalah kontributor buku dan tercatat sebagai Mahasiswa Program Magister Sains Psikologi UGM.

Rian yang juga merupakan salah satu tim editor membuka diskusi dengan menekankan peran pentingnya mendokumentasikan ilmu dalam bentuk karya berupa buku. “Buku ini merupakan kumpulan makalah matakuliah Psikologi Perkembangan Sosial dan Perkembangan Emosi yang diampu oleh Prof. Sartini Nuryoto di ruang P-104 (Gedung Pasca Psikologi UGM, red). Saya dan teman-teman kemudian menjadikannya sebuah buku agar naskah-naskah tersebut tidak berserakan, tidak cepat punah, lebih mudah dipelajari dan bisa menjadi oleh-oleh akademis,” kata pria yang telah sampai proses akhir penyusunan tesis ini.

Ditambahkannya, masih jarang buku yang secara khusus mengkaji tentang Psikologi Perkembangan Sosial dan Perkembangan Emosi yang berbasis local wisdom. Hal yang dimaksud adalah penjelasan mengenai seperti fenomena gendong, ngudang, sundulan, permainan tradisional dan kajian lain terutama kajian yg secara spesifik menyangkut pola parenting berbasis khazanah budaya lokal. Selama ini yang berkembang adalah teori-teori yang berasal dari Barat an sich.