Pages

Sabtu, 18 Oktober 2014

Makaryo, Timnas U-19 dan Ajaran Khidir



Kegiatan Maiyah kali ini, senin, 17 Oktober 2014 mengangkat topik “Khalaqah Baginda Khidir”. Topik yang bulan-bulan ini menjadi concern kajian Maiyah dan NM (Nahdlatul Muhammadiyin). Namun, kehadiran pelatih kepala Timnas U-19 Indra Sjafri di Maiyah menjadikan topik yang rada-rada sufistik ini kemudian dielaborasi dengan sepak terjang skuad Timnas U-19.

Sebelum mendiskusikan topik di atas, Jama’ah Maiyah terlebih dahulu mendiskusikan tentang makaryo, salah satu filosofi orang Jawa yang bermakna spirit untuk berkarya. Dalam khazanah kebudayaan Jawa, makaryo berkonotasi produktif sedangkan kalau kerjo (kerja, red) berkonotasi mekanis.

Lebih jauh, makaryo menitikberatkan pada keseimbangan antara pemenuhan hak dan kewajiban. Apabila kita menuntut banyak hak di dalam aktivitas hidup, maka niscaya kita harus memenuhi pelbagai kewajiban yang kita tanggung. Keselarasan antara hak dan kewajiban bisa menjadi cikal bakal kesuksesan.

Nilai lain yang terkandung dalam makaryo selain nilai produktifitas adalah ngasto. Ngasto bermakna membawa, dalam arti luas bagaimana kita sebagai aktor kehidupan menguasai terhadap pekerjaan dan bukan sebaliknya, yaitu berposisi sebagai budak dari pekerjaan.

Dalam perspektif makaryo, kerja hanya kegiatan sampingan. Sedangkan pekerjaan utamanya adalah menjalani hidup yang semestinya. Oleh sebab itu, masyarakat makaryo  adalah masyarakat yang bukan bergiat karena menjalankan perintah melainkan menekankan pada pemaksimalan potensi.

Terkait dengan isu desa, adanya UU desa yang baru disahkan dengan bakal dikucurkannya dana bagi desa dan berkisar 1 milyar merupakan peluang yang strategis untuk memaksimalkan potensi desa. Sebuah ironi, apabila dana sebesar itu kemudian hanya teralokasikan kerjo bukan makaryo.

Spirit Bangkit U-19

Ketidakberhasilan Timnas U-19 dalam upayanya untuk lolos kualifikasi menuju piala dunia U-20 yang berlangsung di Myanmar baru-baru ini, bukanlah kegagalan apabila dilihat dari perspekstif makaryo. Karena usaha yang telah mereka lakukan merupakan proses penggalian potensi menuju kebangkitan.

Berbeda jika potensi anak-anak muda tersebut dieksploitasi semata-mata untuk kepentingan pasar, atau pemenuhan kepentingan pihak-pihak tertentu, maka ketidakberhasilan ini akan dicap sebagai sebuah kegagalan dan jauh dari dimensi profesional.

Semestinya tolok ukur yang dipakai untuk melihat pencapaian yang telah diperoleh oleh skuad Timnas U-19 adalah pada prosesnya. Karena sebuah keberhasilan bukan berarti menang selama-lamanya, tetapi terletak pada spirit untuk terus memperbaiki kesalahan-kesalahan demi menuju capaian yang lebih baik.

Ajaran Khidir

Pada pertengahan malam, diskusi Maiyah mengerucut pada kajian tentang Nabi Khidir yang misterius. Sosok yang membuat Nabi Musa ternganga tak mengerti atas “tingkah polahnya” hingga tak tahan untuk bertanya, mengapa ia melubangi perahu, mencekik anak kecil dan menegakkan gubuk yang mau roboh.

Kisah Nabi Khidir yang termaktub di dalam Al-Quran surat Al-Kahfi 65-82, tak cukup memberikan petunjuk yang spesifik tentang Khidir. Pada ayat-ayat tersebut hanya disebutkan hamba Allah, tak ada penyebutan nama yang spesifik. Muhammad Sayyid Qutub  di dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran menyebutnya dengan hamba yang shaleh.

Selain kontroversi terkait nama, terdapat kontroversi di kalangan para mufassir terkait nasab Nabi Khidir. Ada yang mengatakan keturunan Nabi Adam, keturunan ketujuh Nabi Nuh dan ada yang mengatakan keturunan Nabi Harun. Kontroversi yang lain terkait Nabi Khidir yakni apakah masih hidup atau sudah mati.

Sedangkan menurut Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, tak penting membahas tentang kebenaran materiil Khidir, karena yang dimaksud dengan Khidir tak lain dan tak bukan merupakan merasakan sebuah kehadiran dari Tuhan Allah SWT manakala kita sedang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi.

Oleh sebab itu, tidak perlu melakukan perdebatan akademis mengenai sosok Khidir, dengan sendirinya kita akan mengetahui apabila masih berpegang teguh pada keyakinan bahwa ada Sesuatu yang senantiasa hadir saat kita sedang merasa tak sanggup mengubah sebuah keadaan. Masih ada, sebuah Kekuatan yang bisa memutar keadaan.

Jadi tidak ada kata putus asa saat kita sedang menemui kegagalan selama kita memasrahkan diri kita pada Allah SWT yang senantiasa hadir memberikan kita kekuatan dan optimisme. Hanyalah pada Allah sebaik-baiknya tempat kita untuk bersandar. Wa laa khaufun alaihim walahum yahzanun (N/K, dirangkum dari acara pengajian bulanan Mocopat Syafaat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar