Pages

Kamis, 30 April 2015

Semua Bayi Ajaib






Beberapa waktu yang lalu saya mendapat kabar dari seorang teman yang mengatakan bahwa di daerah Sumenep ada seorang perempuan muda yang belum menikah melahirkan bayi laki-laki tanpa melalui proses kehamilan. Ia kabarnya melahirkan setelah dua malam sebelumnya secara berturut-berturut bermimpi ular. Awalnya saya tidak tertarik dengan kabar tersebut. Namun, setelah kabar tentang bayi yang lahir tanpa proses hamil begitu merebak di kalangan masyarakat dan sudah menjadi konsumsi media saya pun tertarik mengetahuinya lebih jauh.

Dari informasi yang saya dapatkan setelah menelusuri beberapa berita di media online, kejanggalan adalah kata yang paling tepat untuk menyebut apa yang ada dalam benak saya sehingga menimbulkan ketidakpastian. Perasaan ketidakpastian juga dialami oleh para tetangga dan bahkan orang-orang melerakan diri datang dari jauh untuk sekadar meredakan rasa penasaran. Sayangnya, masyarakat tak serta-merta reda rasa penasarannya dan pulang dengan serangkaian kesimpulan yang macam-macam.

Rasa ketidakpastian yang dialami oleh seseorang di dalam dunia psikologi biasa dikenal dengan disonansi kognitif. Semacam kontradiksi yang menyelimuti alam pikiran. Salah satu cirinya adalah inkonsistensi logika, yaitu suatu logika berpikir yang mengingkari logika berpikir lain. Misalnya dalam kasus ini, seseorang yang percaya bahwa hanya pada kasus Nabi Isa yang terlahir tanpa proses kehamilan dan di sisi lain juga meyakini secara sungguh atas segala macam bentuk kuasa Tuhan.

Ada tiga cara agar pikiran kembali selaras. Pertama, menyelaraskan pikiran yang disonan. Pikiran disonan adalah pikiran-pikiran yang saling bertolakbelakang. Misalnya, kalau Tuhan sudah berkehendak, hal yang bagi kita terasa janggal dan mustahil menjadi tidak mustahil. Kedua, mencari argumen yang mendukung. Bagi orang yang tidak percaya pada kabar tersebut, kan bisa dengan tes DNA, beres. Tapi bagi kasus ini, apa guna dan manfaatnya tes DNA? Ketiga, mengabaikannya. Menganggap fenomena tersebut sebagai fenomena biasa saja.

Oleh sebabnya, sah-sah saja orang menanggapi kabar ini dengan cara pandang masing-masing selama itu masih pada taraf tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Meskipun mimpi ular merupakan mimpi yang cukup populer dalam fenomena tidur dan pikiran bawah sadar manusia sejak zaman kuno, tak sedikit yang mungkin mengatakan bahwa mimpi itu sebatas alibi. Terlepas sebuah alibi atau bukan, saya yakin itu demi kebaikan sang bayi. Meminjam perspektif Neuro Linguistic Programming (NLP), setiap perilaku, apapun jenisnya selalu memiliki intensi kebaikan.

Apa lacur? Dari sekian banyak celetukan yang muncul, saya tertarik dengan frasa yang cukup menggelitik yaitu frasa “Bayi Ajaib”. Frasa ini berlatar bayi yang dipandang lahir tanpa proses hamil. Frasa ini menyebar di kalangan masyarakat, yang tak lain dan tak bukan karena peran media. Tanpa menafikan peran media komunikasi secara mouth to mouth atau “caca colok” (versi madura, red), peran media massa terutama media online menjadikan fenomena ini punya daya tarik yang kuat laiknya magnet. Sedangkan bagi saya pribadi, tak ada yang aneh dengan frasa ini karena pada hakekatnya semua bayi itu ajaib.

Di balik kepolosan dan keluguannya, bayi memiliki banyak keajaiban. Ia tak perlu tergabung dalam komunitas stand up comedy untuk membuat orang-orang di sekitarnya merasa senang dan tertawa, ia pula tak perlu ikut latihan drama untuk membuat orang-orang di sekitarnya menangis sesenggukan. Tak perlu kursus magic untuk membuat anda terhanyut saat bersamanya. Bayi juga memiliki daya ingat yang sangat kuat, ia bisa menghafal banyak nada dengan baik dan cepat, ia juga pandai berbagi secara adil dengan bayi-bayi lain dimana orang-orang dewasa sudah mulai lupa bagaimana cara berbagi.

Dan, yang terpenting bayi juga bermimpi. Ia membangun imajinasi dan harapan-harapan di balik tidur lelapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar